Bu Rini: Kader Kesehatan Jiwa Tanpa Kenal Lelah!!!
Oleh: Emilianus Elip dan Maryama Nihayah
Semoga Anda masih ingat artikel saya tentang “Sofia gadis skizofrenia pemilik Warmindo”, beberapa waktu lalu. Sofia bisa menjadi pulih seperti gadis lain berkat dampingan bu Rini (58), tanpa lelah dan sabar. Jangan Anda artikan atau bayangkan bahwa pulih yang dimaksud adalah kembali normal sebagaimana orang lain yang bukan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa). Namun, Anda tidak akan percaya kalau gadis ini sekarang seperti gadis yang tak pernah mengalami gangguan jiwa parah. Sofia bisa menjadi pulih seperti gadis lain berkat dampingan bu Rini (58), tanpa lelah dan sabar. Jangan Anda artikan atau bayangkan bahwa pulih yang dimaksud adalah kembali normal sebagaimana orang lain yang bukan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa). Namun, Anda tidak akan percaya kalau gadis ini sekarang seperti gadis yang tak pernah mengalami gangguan jiwa parah.
Bu Rini, atau nama lengkapnya Marini Zainuddin ini, aktifnya sebagai kader memang tak ketulungan. Di salah satu ruang rumahnya, ada “ruang kader”, tempat pertemuan rutin kader di desanya. Kalau Anda berkunjung saat pertemuan itu, Anda akan bertemu dengan kader apapun di desa itu. Desa Tridadi sudah menjadi dampingan menjadi dampingan Nawakamal sejak 2021. Belum banyak yang dilaksanakan di sana oleh karena kami dari yayasan kecil dengan resources dan tenaga yang amat terbatas. Namun beberapa dampingan dasar dan kegiatan pelatihan sudah dilakukan di sana. Pelatihan kader, pelatihan perangkat desa, dan pelatihan penggerak TPKJM (Tim Penggerak Kesehatan Jiwa Masyarakat) Kecamatan (ini ada Sknya lho, ada SK Gub-nya, bahkan ada SK Kemenkes-nya).
Tentang TPKJM ini sudah ada aturan pemerintahnya yakni Kepmenkes №220/Menkes/SK/III/2002 tentang Pedoman Umum Tim Pembina, Tim Pengarah, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat. Kemudian diikuti dengan Keputusan Gubernur DIY №236/TIM/2021 tentang Pembentukan Tim Pengarah Kesehatan Jiwa Masyarakat. Di masing-masing kabupaten dan kota di DIY, sudah dikeluarkan SK tentang TPKJM ini, bahkan ada pula sampai di tingkat kecamatan atau desa. Persoalannya di Indonesia yakni belum semua provinsi membentuk TPKJM provinsi, tentu saja belum semua kabupaten/kota memiliki tim semacam ini. Baiklah, pada kesempatan lain akan saya tulis khusus kisah perjalanan kiprah TPKJM ini yang ada di kabupaten/kota di DIY.
Ibu Rini juga aktif membantu di Panti Margo Laras milik Dinsos-Sleman. Nawakamal sangat beruntung punya pendamping lapangan ibu ini. Kalau sudah ketemu dia, hidup jadi lebih bersemangat. Dia juga yangg membawa Sofia dan teman-teman lain senasib “keluar” sarang. Mengajak mereka menjadi penjaga anjungan UMKM binaan Dinsos-Kab. Sleman, pameran di Yogya City Hall, pada Hari Kesehatan Jiwa Dunia tahun lalu. Terima kasih banyak kepada Dinsos Kab. Sleman yang telah membuka peluang untuk Sofia dan teman-temannya berpartisipasi. Semoga terus berlanjut. Sederhana saja….bahwa kegiatan semacam itu pasti membahagiakan untuk orang seperti Sofia. Pada sisi yang lain, kegiatan seperti itu merupakan edukasi dasar kepada khalayak masyarakat bahwa ODGJ tidak selama “buruk” atau negatif seperti yang mungkin mereka bayangkan. Cara edukasi yang sederhana, tidak perlu berkoar-koar besar-besaran yang menghabiskan banyak biaya. Cukup seperti itu saja, sebab juga tidak semua ODGJ siap dan bisa diajak “keluar rumah” semaunya. Biasanya ODGJ-ODGJ yang cukup pulih, dan ini karena disiplin minum obat serta mendapatkan dampingan yang rutin dan tepat, entah dari keluarga, caregiver, atau tetangga.
Akan halnya dengan warung Warmindo Sofia berjalan dengan baik. Selalu ada yang mampir jajan, siang maupun malam, entah para tamu yang berolah raga di GOR Tridadi, atau para pemuda dan papah-muda kampung. Ini juga karna promosi Bu Rini tanpa henti. Ingat bahwa Warmindo Sofia bertempat di pinggi gedung GOR itu. Bu Rini tanpa henti mendorong pemuda dan papa-muda di desa itu untuk selalu bertandang ke Warmindo Sofia. Bu Rini dekat dengan mereka karena di masa mudanya bu Rini ini atlit bola volly di desanya. “Allah….berapa to harga secangkir teh atau kopi…atau semangkok Indomie…kalau itu demi darma bakti kita pada sesama?”, kata bu Rini kalau sedang memberi semangat kepada mereka. “Waduh…repot nih, sudah menyentuh spiritualitas bantin”, kataku dalam hati.
Tapi sepertinya, itu penting dan benar. Nah…apa sih spiritualitas itu? Doe (dalam Muntohar, 2010) mengartikan bahwa spiritualitas adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral dan rasa memiliki. Spiritualitas memberi arah dan arti pada kehidupan. Menurut Ahmad Suaedy (dalam Efendi, 2004), spiritualitas dalam bahasa Inggris adalah spirituality, berasal dari kata spirit yang berarti roh atau jiwa. Spiritualitas adalah dorongan bagi seluruh tindakan manusia yang mencoba merespon terhadap problem-problem masyarakat konkrit dan kontemporer (lihat Pengertian Spiritualitas, dalam https://www.psychologymania.com/2013/04/pengertian-spiritualitas.html). Ibu Rini, dan banyak kader kesehatan jiwa masyarakat yang aktif dan saya temui, nampaknya telah mencapai refleksi diri yang amat mendalam. Mereka aktif bukan lagi cari nama, tidak lagi cari posisi, uang bukan satu-satunya yang menggerakkan. Mereka nampaknya mencari dan berupaya menemukan “kepuasan batin”, entah apapun agama mereka, latar belakang, maupun posisinya di masyarakat. Baiklah nanti pada kesempatan lain, ingin saya tulis kisah tentang kader-kader dan pegiatan kesehatan jiwa masyarakat di desa dan spiritualitas ini.
Betapa beruntungnya negara ini memiliki puluhan ribu kader desa. Mereka itu “garda depan” kualitas manusia Indonesia: bidang kesehatan ibu-anak, stanting, kesehatan kehamilan, menyusui, KB, kelompok ekonomi,dll…dll. Mereka mungkin tidak pernah berseminar, berworkshop, berdiskusi yang berat-berat di hotel-hotel mewah dan gedung balai kota atau gedung DPR. Mereka mungkin amat sangat sedikit dinobatkan sebagai pendekar hak asasi manusia, pendekar kesetaraan gender, pejuang inklusi sosial, pejuang transparasi anggaran dan pembangunan,… dan macam-macam lain. Salut bu Rini….hormat saya ibu!!! [###]
Catatan: Jika Anda ingin mengetahui lebih banyak tentang ODGJ/ODDP dan program Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat untuk mereka, silahkan kontak nawakamalfoundation@gmail.com kami akan menerima dengan senang hati.
Emilianus Elip: Direktur Yayasan Nawakamal. Berlatar belakang pendidikan Antropologi. Lebih dari 20 tahun bergiat dalam bidang pemberdayaan masyarakat dan penelitian di bidang sosial-budaya.
Maryama Nihayah: Berlatar belakang pendidikan Master bidang Psikologi. Staf di Yayasan Nawakamal, dan menjadi pengajar di salah satu universitas swasta di Yogya.